Kamis, 24 Maret 2011

ALIRAN-ALIRAN DALAM FIQ

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Dalam sejarah panjang perkembangan fiqh dikenal dua aliran ushul fiqh yang berbeda. Perbedaan ini muncul akibat perbedaan dalam membangun teori ushul fiqh, yang masing-masing digunakan dalam menggali hukum Islam.
Perbedaan-perbedaan yang terjadi tersebut diakibatkan oleh berbedanya pendapat dalam membangun ushul fiqh. Ada aliran yang mengkaji ushul fiqh secara teoritis tanpa terpengaruh dengan masalah-masalah furu’. Banyak imam-imam yang tidak sependapat dengan hal ini sehingga terjadilah penafsiran yang berbeda dengan kajian teoritis tersebut. Demikian juga selanjutnya, banyak pula terjadi pertentangan-pertentangan akibat ketidaksependapatan dari masing-masing imam yang akhirnya muncullah aliran-aliran dalam ushul fiqh yang perlu lebih dalam lagi.







BAB II
PEMBAHASAN


II.1. Epistemologi Ushul Fiqh

Agama (al-dien) adalah ide murni, atau system ide dan kepercayaan yang bersifat Ilahiyah, berkenaan dengan ketaatan pada Tuhan, dan disampaikan kepada nabi-nabi. Dalam Islam, ide murni itu berbentuk wahyu yang termuat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Ide ini tidak bisa diletakkan dalam konteks kemanusiaan. Berbeda dengan pemikiran agama (Islamologi) yang seluruhnya merupakan produk manusia dan sangat berkaitan dengan masyarakat. Konsep ini tidak bisa dipisahkan dari realitas tertentu dan sejarah masyarakat. Karena itu, Islamologi inilah gagasan ide Ilahiah yang dapat diletakkan dalam konteks kemanusiaan. Dengan kata lain, kita harus membedakan antara Agama dan pemikiran Agama. Salah satu pemikiran Agama adalah Ushul-Fiqh. Ilmu metodologi ini memiliki susunan yang pada umumnya terjadi kontroversi antara proposisi-proposisi dengan logika dan bahasa. Meskipun begitu, secara ontologis ilmu ini dapat dikelompokkan menjadi empat point yaitu (1) nilai-nilai aturan hokum (2) dasar-dasar aturan hokum (al-adillah al-syar’iah) (3) cara atau metoda menganalogikan dalil menjadi hokum, dan (4) ketentuan ijtihad, taqlid, dialektika kontradiktif, dan tarjih.
Ushul-fiqh merupakan khazanah kekayaan ilmu yang secara langsung atau tidak langsung, turut memperkaya model keagamaan kita. Pelaksanaan syariat Islam akan susah seandainya ilmu ini tidak ada, sebab ushul-fiqh dianggap sebagai penuntun fiqh yang merupakan jawaban bagi kehidupan kita. Ilmu ini dapat menjawab beberapa masalah yang diajukan, maka agar kita dapat memanfaatkan, kita harus mengetahui jawaban apa yang perlu dibawakan oleh ilmu ini, setelah kita mengajukan pertanyaan. Di sini kita memerlukan jawaban yang benar, dan bukan debat kusir atau jawaban plintiran (safsathah). Lalu muncul pertanyaan, bagaimana kita mencari jawaban yang benar? Masalah ini, oleh kajian filsafat disebut epistemology, dan landasan epistemo-logi ilmu disebut metoda ilmiah. Dengan kata lain, metoda ilmiah adalah cara yang dilakukan itu dalam menyusun pengetahuan yang oleh filsafat ilmu disebut teori kebenaran.
Ushul-fiqh mempunyai ciri spesifik yang tersusun mengenai apa (ontology), bagaimana (epistemology) dan untuk apa (aksiologi). Ketika landasan ini saling berkaitan, maka ontology ushul-fiqh terkait dengan epistemologinya, epistemology ushul-fiqh terkait dengan aksiologinya, dan begitulah seterusnya. Jadi kalau kita ingin membicarakan epistemilogi ushul-fiqh, maka kita harus mengaitkannya dengan ontology, dan aksiologi. Tetapi dalam tulisan ini, kita hanya membahas tentang epistemology, dan itu pun memakai kerangka berfikir penelitian ilmu social.

II.2. Aliran Mutakallimin
Para ulama dalam aliran ini dalam pembahasannya dengan menggunakan cara-cara yang digunakan dalam ilmu kalam yakni menetapkan kaidah ditopang dengan alasan-alasan yang kuat baik naqliy (dengan nash) maupun ‘aqliy (dengan akal fikiran) tanpa terikat dengan hukum furu’ yang telah ada dari madzhab manapun, sesuai atau tidak sesuai kaidah dengan hukum-hukum furu’ tersebut tidak menjadi persoalan. Aliran ini diikuti oleh para ulama dari golongan Mu’tazilah, Malikiyah, dan Syafi’iyah.
Di antara kitab-kitab Ilmu Ushul Fiqh dalam aliran ini, yaitu :
1. Kitab Al-Mu’tamad disusun oleh Abdul Husain Muhammad bin Aliy al-Bashriy al-Mu’taziliy asy-Syafi’iy (wafat pada tahun 463 Hijriyah).
2. Kitab Al-Burhan disusun oleh Abdul Ma’aliy Abdul Malik bin Abdullah al-Jawainiy an-Naisaburiy asy-Syafi’iy yang terkenal dengan nama Imam Al-Huramain ( wafat pada tahun 487 Hijriyah).
3. Kitab AI Mushtashfa disusun oleh Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghazaliy Asy Syafi ‘ iy ( wafat pada tahun 505 Hijriyah).
Dari tiga kitab tersebut yang dapat ditemui hanyalah kitab Al Musht.shfa, sedangkan dua kitab lainnya hanya dapat dijumpai nukilan-nukilannya dalam kitab yang disusun oleh para ulama berikut, seperti nukilan kitab dari Al Burhan oleh A1 Asnawiy dalam kitab Syahrul Minhaj .
Kitab-kitab yang datang berikutnya yakni kitab Al Mahshul disusun oleh Fakhruddin Muhammad bin Umar Ar Raziy Asy Syafi’iy (wafat pada tahun 606 Hijriyah). Kitab ini merupakan ringkasan dari tiga kitab yang disebutkan di atas.

Kemudian kitab AI Mahshul ini diringkas lagi oleh dua orang yaitu :
1. Tajjuddin Muhammad bin Hasan Al Armawiy (wafat pada tahun 656 Hijriyah) dalam kitabnya yang diberi nama Al Hashil.
2. Mahmud bin Abu Bakar A1 Armawiy (wafat pada tahun 672 Hijriyah) dalam kitabnya yang berjudul At Tahshil.
Kemudian A1 Qadliy Abdullah bin Umar Al Badlawiy (wafat pada tahun 675 Hijriyah) menyusun kitab Minhajul Wu.shul ila ‘Ilmil Ushul yang isinya disarikan dari kitab At Tahshil. Akan tetapi karena terlalu ringkasnya isi kitab tersebut, maka sulit untuk dapat dipahami. Hal inj mendorong para ulama berikutnya untuk menjelaskannya. Di antara mereka yaitu Abdur Rahim bin Hasan AJ Asnawiy Asy Syafi’iy (wafat pada tahun 772 Hjjriyah) dengan menyusun sebuah kitab yang menjelaskan isi kitab MinhajuI WushuI ila ‘Ilmil Ushul tersebut.
Selain kitab Al Mashul yang merupakan ringkasan dari kitab-kitab Al Mu tamad, Al Burhan dan Al Mushtashfa, masih ada kitab yang juga merupakan ringkasan dari tiga kitab tersebut, yaitu kitab AI Ihkam fi Ushulil Ahkam, disusun oleh AbduI Hasan Aliy yang terkenal dengan nama Saifuddin Al Amidiy Asy Syafi’iy (wafat pada tahun 631 Hijriyah). Kitab Al Ihkam fi Ushulil Ahkam ini kemudian diringkas oleh Abu Amr Utsman bin Umar yang terkenal dengan nama Ibnul Hajib AI Malikiy (wafat pada tahun 646 Hijriyah) dalam kitabnya yang diberi nama Muntahal Su ‘li wal Amal fi .Ilmil Ushul wal Jidal. Kemudian kitab itu beliau ringkas lagi dalam sebuah kitab, dengan nama Mukhtasharul Muntaha. Kitab ini mirip dengan kitab Minhajul Wulshul ila I.lmil Ushul, sulit difahami karena ringkasnya. Hal ini mengundang minat para ulama berikutnya untuk menjelaskannya. Di antara mereka ialah ‘ AdldIuddin ‘Abdur Rahman bin Ahmad Al Ajjiy (wafat tahun 756 Hijriyah) dengan menyusun sebuah kitab yang menjelaskan kitab Mukhtasharul Muntaha tersebut.
II.3. Aliran Hanafiyah.
Para ulama dalam aliran ini, dalam pembahasannya, berangkat dari hukum-hukum furu’ yang diterima dari imam-imam (madzhab) mereka; yakni dalam menetapkan kaidah selalu berdasarkan kepada hukum-hukum furu ‘ yang diterima dari imam-imam mereka. Jika terdapat kaidah yang bertentangan dengan hukum-hukum furu’ yang diterima dari imam-imam mereka, maka kaidah itu diubah sedemikian rupa dan disesuaikan dengan hukum-hukum furu’ tersebut. Jadi para ulama dalam aliran ini selalu menjaga persesuaian antara kaidah dengan hukum furu’ yang diterima dari imam-imam mereka.
Di antara kitab-kitab Ilmu Ushul Fiqh dalam aliran ini, yaitu : kitab yang disusun oleh Abu Bakar Ahmad bin’ Aliy yang terkenal dengan sebutan Al Jashshash (wafat pada tahun 380 Hijriyah), kitab yang disusun oleh Abu Zaid ‘ Ubaidillah bin ‘Umar Al Qadliy Ad Dabusiy (wafat pada tahun 430 Hijriyah), kitab yang disusun oleh Syamsul Aimmah Muhammad bin Ahmad As Sarkhasiy (wafat pada tahun 483 Hijriyah). Kitab yang disebut terakhir ini diberi penjelasan oleh Alauddin Abdul ‘Aziz bin Ahmad Al Bukhariy (wafat pada tahun 730 Hijriyah) dalam kitabnya yang diberi nama Kasyful Asrar .Dan juga kitab Ilmu Ushul Fiqh dalam aliran ini ialah kitab yang disusun oleh Hafidhuddin ‘Abdullah bin Ahmad An Nasafiy (wafat pada tahun 790 Hijriyah) yang berjudul ‘Al Manar, dan syarahnya yang terbaik yaitu Misykatul Anwar.
Dalam abad itu muncul para ulama yang dalam pembahasannya memadukan antara dua aliran tersebut di atas, yakni dalam menetapkan kaidah, memperhatikan alasan-alasannya yang kuat dan memperhatikan pula persesuaiannya dengan hukum-hukum furu’. Di antara mereka itu ialah : Mudhafaruddin Ahmad bin ‘Aliy As Sya’atiy Al Baghdadiy (wafat pada tahun 694 Hijriyah) dengan menulis kitab Badi’un Nidham yang merupakan paduan kitab yang disusun oleh Al Bazdawiy dengan kitab Al Ihkam fi Ushulil Ahkam yang ditulis oleh Al Amidiy; dan Syadrusiy Syari’ah ‘Ubaidillah bin Mas’ud Al Bukhariy Al Hanafiy (wafat pada tahun 747 Hijriyah) menyusun kitab Tanqihul Ushul yang kemudian diberikan penjelasan-penjelasan dalam kitabnya yang berjudul At Taudlih . Kitab tersebut merupakan ringkasan kitab yang disusun oleh A1 Bazdawiy, kitab AI Mahshul oleh Ar Raziy dan kitab Mukhtasharul Muntaha oleh Ibnul Hajib. Demikian pula termasuk ulama yang memadukan dua aliran tersebut di atas, yaitu Tajuddin ‘Abdul Wahhab bin’ Aliy As Subkiy Asy Syafi’iy (wafat pada tahun 771 Hijriyah) dengan menyusun kitab Jam’ul Jawami’ dan Kamaluddin Muhammad ‘Abdul Wahid yang terkenal dengan Ibnul Humam (wafat pada tahun 861 Hijriyah) dengan menyusun kitab yang diberi nama At Tahrir.
Dalam kaitan dengan pembahasan Ilmu Ushul Fiqh ini, perlu dikemukakan bahwa Imam Abu Ishaq Ibrahim bin Musa Asy Syatibiy ( wafat pada tahun 760 Hijriyah) telah menyusun sebuah kitab Ilmu Ushul Fiqh, yang diberi nama A1 Muwafaqat. Dalam kitab tersebut selain dibahas kaidah-kaidah juga dibahas tujuan syara’ dalam menetapkan hukum.
Kemudian perlu pula diketahui kitab-kitab Ilmu Ushul Fiqh yang disusun oleh para ulama pada masa belakangan ini, antara lain: kitab Irsyadul Fuhul i/a Tahqiqi/ Haq min ‘I/mil Ushu/ oleh Imam Muhammad bin’ A1iy Asy Syaukaniy (wafat pada tahun 1255 Hijriyah), kitab Tashilu/ Wushu/ i/a ‘Ilmi/ Ushu/ oleh Syaikh Muhammad ‘Abdur Rahman A1 Mihlawiy (wafat pada tahun 1920 Hijriyah); kitab Ushu/u/ Fiqh oleh Syaikh Muhammad A1 Khudlariy Bak (wafat pada tahun 1345 Hijriyah/ 1927 Masehi) dan kitab-kitab Ilmu Ushul Fiqh yang lain.
II.3. Aliran Syafi’iyyah dan Jumhur Mutkallimin (ahli kalam)
Aliran ini membangun ushul fiqh mereka secara teoritis, tanpa terpengaruh oleh masalah-masalah furu’ (masalah keagamaan yang tidak pokok). Dalam membangun teori, aliran ini menetapkan kaidah-kaidah dengan alasan yang kuat, baik dari naqli (al-Qur’an dan atau Sunnah) maupun dari ‘aqli (akal pikiran), tanpa dipengaruhi oleh masalah-masalah furu’ dari berbagai mazhab, sehingga teori tersebut adakalanya sesuai dengan furu’ dan ada kalanya tidak. Setiap permasalahan yang diterima akal dan didukung oleh dalil naqli, dapat dijadikan kaidah, baik kaidah itu sejalan dengan furu’ mazhab maupun tidak, sejalan dengan kaidah yang telah ditetapkan imam mazhab atau tidak.
Dalam kenyataannya, ada ulama mazhab Syafi’iyyah yang berupaya menyusun teori tersendiri, sehingga terdapat pertentangan dengan teori yang telah dibangun. Misalnya, Imam al-Amidi (ahli ushul fiqh Syafi’i), menyatakan bahwa ijma’ al-Sukuti dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan hukum Islam. Imam al-Syafi’i sendiri tidak mengakui keabsahan ijma’ sukuti sebagai hujjah, karena ijma’ yang dia terima hanyalah ijma’ para sahabat secara jelas. Imam al-Amidi dan Imam al-Qarafi (ahli ushul fiqh Maliki), berupaya menggabungkan teori aliran Syafi’iyyah/Mutakallimin dengan aliran yang lain. Hal ini mereka lakukan untuk mencari jalan terbaik dalam masalah ushul fiqh. Oleh sebab itu, ada beberapa teori ushul fiqh mereka yang bertentangan dengan pendapat mazhab mereka sendiri, seperti yang dikemukakan al-Amidi di atas.
Akibat dari perhatian yang hanya tertuju kepada masalah-masalah teoritis, teori yang dibangun aliran Syafi’iyyah/Mutakallimin sering tidak membawa pengaruh pada keperluan praktis. Sesuai dengan namanya, aliran mutakallimin (ahli kalam), maka aspek-aspek bahasa sangat dominan dalam pembahasan ushul fiqh mereka. Misalnya, masalah tahsm (menganggap sesuatu perbuatan itu baik dan dapat dicapai oleh akal atau tidak) dan taqbih (menganggap sesuatu itu buruk dan dapat dicapai oleh akal atau tidak). Pem¬bahasan seperti ini, biasanya dikemukakan para ahli ushul fiqh berkaitan dengan pembahasan hakim (pembuat hukum). Kedua konsep ini berkaitan erat dengan masalah ilmu kalam yang juga berpengaruh dalam penentuan teori ushul fiqh.
Kitab ushul fiqh standar dalam aliran Syafi’iyyah/Mutakallimin ini adalah al-Risalah yang disusun Imam al-Syafi’i, kitab al-Mu’tamad, disusun Abu al-Husain Muhammad ibn All al-Bashri (wafat 463 H), kitab al-Burhanfi Ushul al-Fiqh, disusun Imam al-Haramain al-Juvaini (wafat 487 H), dan tiga rangkaian kitab ushul fiqh Imam Abu Hamid al-Ghazali (450-505 H/1085-1111 H), yaitu al-Mankhul min Ta’liqat al-Ushul, Syifa’ al-Ghalil Fil Bayan al-Syabah wal Mukhil wa Masalik al-Ta’lil; dan al-Mustashfa fi ’Ilm al-Ushul. Sekalipun kitab ushul fiqh dalam aliran Syafi'iyyah/Mutakallimin cukup banyak, tetapi yang menjadi sumber dan standar dalam aliran ini adalah kitab ushul fiqh tersebut di atas.

II.4. Aliran Fuqaha’
Aliran ini dianut ulama-ulama mazhab Hanafi. Dinamakan aliran fuqaha’, karena aliran ini dalam membangun teori ushul fiqhnya banyak dipengaruhi oleh masalah furu’ dalam mazhab mereka. Artinya, mereka tidak membangun suatu teori kecuali setelah melakukan analisis terhadap masalah-masalah furu’ yang ada dalam mazhab mereka. Dalam menetapkan teori tersebut, apabila terdapat pertentangan antara kaidah yang ada dengan hukum furu’, maka kaidah tersebut diubah dan disesuaikan dengan hukum furu’ tersebut. Oleh sebab itu, aliran ini berupaya agar kaidah yang mereka susun sesuai dengan hukum-hukum furu’ yang berlaku dalam mazhabnya, sehingga tidak satu kaidah pun yang tidak bisa diterapkan.
Berbeda dengan aliran Syafi’iyyah/Mutakal¬limin yang sama sekali tidak terpengaruh oleh furu’ yang ada dalam mazhab¬nya, sehingga sering terjadi pertentangan kaidah dengan hukum furu’ dan terkadang kaidah yang dibangun sulit untuk diterapkan. Apabila suatu kaidah bertentangan dengan furu’, maka mereka berusaha untuk mengubati kaidah tersebut dan membangun kaidah lain yang sesuai dengan masalah furu’ yang mereka hadapi. Misalnya, mereka menetapkan kaidah bahwa “dalil yang umum itu bersifat qath’i (pasti)”. Akibatnya, apabila terjadi pertentangan dalil umum dengan hadhsahod (bersifat zhanni), maka dalil yang umum itu yang diterapkan, karena hadits ahad hanya bersifat zhanni (relatif), sedangkan dalil umum tersebut bersifat qath’i, yang qath’i tidak bisa dikalahkan dan dikhususkan oleh yang zhanni.
Di kalangan aliran fuqaha’ sendiri ada ahli ushul fiqh yang berupaya untuk mengkompromikan kedua aliran tersebut, di antaranya adalah Imam Kamal ibn al-Humam dalam kitab ushul fiqhnya, al-Tahnr. Dari sekian banyak kitab ushul fiqh, yang dianggap sebagai kitab ushul fiqh standar dalam aliran ini adalah Kitab al-Ushul yang disusun Imam Abu al-Hasan al-Karkhi, Kitab al-Ushul, disusun Abu Bakr al-Jashshash, Ushul al-Sarakhsi, disusun Imam al-Sarakhsi, Ta'sis al-Nazhar, disusun Imam Abu Zaid al-Dabusi (wafat 430 H), dan kitab Kasyfal-Asrar, disusun Imam al-Bazdawi.
Adapun kitab-kitab ushul fiqh yang menggabungkan teori Syafi'iyyah/ Jumhur Mutakallimin dengan teori fuqaha’, di antaranya adalah:
1. Tanqih al-Ushul, yang disusun Shadr al-Syari’ah (wafat 747 H). Kitab ini merupakan rangkuman dari tiga buku ushul fiqh, yaitu Kasyf al-Asrar karya Imam al-Bazdawi al-Hanafi, al-Mahshul karya Fakh al-Din al-Razi al-Syafi’i, dan Mukhtashar Ibn al-Hajib karya Ibn al-Hajib al-Maliki.
2. Al-Tahrir, disusun Kamal al-Din Ibn al-Humam al-Hanafi (wafat 861 H).
3. Jam’u al-Jawami’, disusun Taj al-Din ‘Abd al-Wahhab al-Subki al-Syafi’i (wafat 771H).
4. Musallam al-Tsubut, disusun Muhibullah ibn ‘Abd al-Syakur (wafat 1119 H).
Pada abad ke-8 Hijriah muncul Imam Abu Ishaq al-Syathibi (wafat 790 H) dengan bukunya al-Muwafaqatfi al-Ushul al-Syari’ah. Pembahasan ushul fiqh yang dikemukakan Imam al-Syathibi dalam kitabnya ini, di samping menguraikan berbagai kaidah yang berkaitan dengan aspek-aspek kebahasaan, la juga mengemukakan maqashid al-Syari’ah (tujuan-tujuan syara’ dalam menetapkan hukum), yang selama ini kurang diperhatikan oleh ulama ushul fiqh. Setiap permasalahan dan kaidah kebahasaan yang ia kemukakan senantiasa dikaitkan dengan tujuan syara’ dalam menetapkan hukum. De¬ngan demikian, Imam al-Syathibi memberikan warna baru di bidang ushul fiqh dan kitabnya al-Muiwafaqat fi al-Ushul al-Syari’ah, yang oleh para ahli ushul fiqh kontemporer dianggap sebagai buku ushul fiqh yang konprehensif dan akomodatif untuk zaman sekarang.









BAB III
PENUTUP

III.1. Kesimpulan
Dikenal ada dua aliran dalam ushul fiqh yang berbeda yaitu yang pertama adalah aliran Syafi’iyyah dan Jumhur Mutakallimin, kemudian yang kedua aliran Fuqaha’. Perbedaan yang muncul ini akibat perbedaan dalam membangun teori ushul fiqh masing-masing yang digunakan dalam menggali hukum islam.
Aliran Syafi’iyyah dan Jumhur Mutakllimin dalam membangun ushul fiqh mereka secara teoritis, tanpa terpengaruh oleh masalah-masalah furu’ (masalah keagamaan yang tidak pokok). Aliran ini menetapkan kaidah-kaidah dengan alasan yang kuat, balk dari naqli (al-Qur’an dan atau Sunnah) maupun dari ‘aqli (akal pikiran), tanpa dipengaruhi oleh masalah-masalah furu’ dari berbagai mazhab, sehingga teori tersebut adakalanya sesuai dengan furu’ dan ada kalanya tidak. Setiap permasalahan yang diterima akal dan didukung oleh dalil naqli, dapat dijadikan kaidah, baik kaidah itu sejalan dengan furu’ mazhab maupun tidak, sejalan dengan kaidah yang telah ditetapkan imam mazhab atau tidak.
Aliran Fuqaha’ dalam membangun teori ushul fiqhnya banyak dipengaruhi oleh masalah furu’ dalam mazhab mereka. Artinya, mereka tidak membangun suatu teori kecuali setelah melakukan analisis terhadap masalah-masalah furu’ yang ada dalam mazhab mereka. Dalam menetapkan teori tersebut, apabila terdapat pertentangan antara kaidah yang ada dengan hukum furu’, maka kaidah tersebut diubah dan disesuaikan dengan hukum furu’ tersebut. Oleh sebab itu, aliran ini berupaya agar kaidah yang mereka susun sesuai dengan hukum-hukum furu’ yang berlaku dalam mazhabnya, sehingga tidak satu kaidah pun yang tidak bisa diterapkan.


DAFTAR PUSTAKA


Asymawi, Muhammad Sa’id al., Al-Islam al-Siyasiy, Kairo, 1992, Sina Li al-Nasyr.
Aziziy, A. Qadri, Pengembanagn Ilmu-ilmu Keislaman, Jakarta, 2003, Dipertais,
Ditjen, Bagais, Depag RI.
Bisri, Cik Hasan, Model Penelitian Fiqh, Jilid I, Jakarta, Edisi Pertama,2003, Prenada
Media.
Buwaithiy, Muhammad Said Ramadlan, Dlawabith al-Mashlahah Fi al-Syafiat al-
Islamiyah, Beirut, Cet. Ke 5, 1990 M., 1410 H., Muassasah al-Risalah.
Dikki al-Bab, Ja’far, Metoda Linguistik Buku al-Kitab wa al-Qur’an, dalam Al-Kitab
Wa al-Qur’an,karya Muhammad Syahrur, Terjemah Sahiron, Yogyakarta, 2004
ELSAQ Press.
Endraswara, Suwardi, Metodologi Penelitian Kebudayaan, Yogyakarta, 2003 Gajah
Mada Press.
Hasan Hanafi, Dirasah Islamiyah (Islamologi I) Diterjemahkan oleh Miftah Faqih,
Yogyakarta, 2003, LKiS,
Ibn Taymia, Al-Radd ‘ala al-Manthiqiyyin, Beirut tt. Dar al-Fikr.
Ibrahim Abu Sulaiman, Abdulwahhab, Al-Fikr al-Ushuliy, Cet. Ke I, Jeddah, 1993,
1403 H., Dar al-Syuruq.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar